BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap negara memiliki sumber daya alam
yang berbeda-beda satu sama lain yang tidak terdapat di negara lain. Suatu
negara akan membutuhkan komoditi yang tidak tersedia di negaranya
tetapi tersedia di negara lain, maka negara tersebut akan melakukan perdagangan
atau pertukaran komoditi dengan negara lain. Terjadilah kegiatan ekspor dan
impor tiap negara.
“Perdagangan internasional ekspor impor
adalah kegiatan yang dijalankan eksportir maupun produsen eksportir dalam
transaksi jual beli suatu komoditi dengan orang asing, bangsa asing, dan negara
asing. Kemudian penjual dan pembeli yang lazim disebut eksportir dan importir
melakukan pembayaran dengan valuta asing” Amir (2001:1).
Melimpahnya kekayaan alam di negeri ini
menyambut peluang bisnis berskala internasional. Dengan segudang hasil panen,
Indonesia mampu mengekspor beberapa bahan pangan maupun bahan produksi, seperti
kayu atau hasil hutan lain. Kegiatan ekspor impor ini dijadikan salah
satu solusi yang dipilih agar kebutuhan masyarakat dapat
terpenuhi. Maraknya barang impor memberikan jawaban atas kebutuhan
masyarakat Indonesia yang belum diproduksi di negeri sendiri.
Terbatasnya persediaan disuatu negara,
kegiatan impor pun digagas. Kegiatan ekspor impor juga dapat menumbuhkan
hubungan harmonis antarbangsa. Dengan perdagangan internasional ini,
banyak pihak dilibatkan dan sama-sama mendapat keuntungan. Baik keuntungan
hasil jual maupun keuntungan atas pemenuhan kebutuhan. Ekspor impor juga
merupakan salah satu lapangan pekerjaan yang besar pengaruhnya bagi para
pebisnis.
Pengutamaan ekspor bagi Indonesia sudah
digalakkan sejak tahun 1983. Sejak saat itu, ekspor menjadi perhatian dalam
memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya strategi industrialisasi
dari penekanan pada industri substitusi impor ke industri promosi ekspor.
Konsumen dalam negeri membeli barang impor atau konsumen luar negeri membeli
barang domestik, menjadi sesuatu yang sangat lazim. Persaingan sangat tajam
antarberbagai produk. Selain harga,kualitas atau mutu barang menjadi faktor
penentu daya saing suatu produk.
Berdasarkan permasalahan diatas, makalah ini mengambil
judul Pengaruh Ekspor Impor dalam Perkembangan Perekonomian di Indonesia
sebagai bentuk karya tulis yang memaparkan tentang ekspor impor di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas makalah ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut.
1) Bagaimana
pengaruh ekspor impor dalam perkembangan perekonomian di Indonesia?
2) Faktor apa saja
yang menjadi penyebab menurunnya atau meningkatnya ekspor impor bagi
perekonomian di Indonesia?
3) Kebijakan apa
saja yang diupayakan pemerintah untuk meningkatkan ekspor impor di Indonesia?
1.3 Tujuan Masalah
Makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut.
1) Untuk
mengetahui pengaruh ekspor impor dalam perkembangan perekonomian di Indonesia.
2) Untuk
mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab menurunnya atau meningkatnya
ekspor impor bagi perekonomian di Indonesia.
3) Untuk
mengetahui kebijakan yang diupayakan pemerintah untuk meningkatkan ekspor impor
di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ekspor Impor
“Yang dimaksud dengan kegiatan ekspor
adalah perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dari dalam keluar wilayah
Pabean suatu negara dengan memenuhi ketentuan yang berlaku” Djauhari (2002:1).
“Ekspor impor pada hakikatnya adalah
suatu transaksi yang sederhana dan tidak lebih dari membeli dan menjual barang
antara pengusaha-pengusaha yang bertempat di negara-negara yang berbeda. Namun
dalam pertukaran barang dan jasa yang menyeberangi laut dan darat ini tidak
jarang timbul berbagai masalah yang kompleks antara pengusaha-pengusaha yang
mempunyai bahasa, kebudayaan, adat istiadat, dan cara yang berbeda-beda”
Hutabarat (1989:1).
Negara-negara melakukan perdagangan
internasional karena dua alasan utama yang masing-masing alasan menyumbangkan
keuntungan peragangan (gains from trade) bagi mereka. Pertama,
negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain. Bangsa-bangsa
sebagaimana individu-individu, dapat memperoleh kentungan dari
perbedaan-perbedaan mereka melalui suatu pengaturan dimana mereka setiap pihak
melakukan sesuatu relatif lebih baik. Kedua, negara-negara berdagang satu sama
lain dengan tujuan menapai skala ekonomis (economies of scale) dalam produksi.
Dalam dunia nyata, pola-pola perdagangan internasional menceminkan interaksi
dari kedua motif diatas.
Kegiatan ekspor impor merupakan
faktor penentu dalam menentukan rodaperekonomian di Indonesia. Seperti yang kita
ketahui, Indonesia sebagai negara yang sangat kaya raya dengan hasil bumi dan
migas, selalu aktif terlibat dalam perdagangan internasional.
Dalam era perdagangan global sekarang
ini, arus barang masuk dan keluar sangatlah cepat.Untuk memperlancar urusan
bisnisnya, para pengusaha dituntut untuk memiliki pengetahuan yang cukup
mengenai prosedur ekspor impor, baik dari segi peraturan yang selalu diperbarui
terutama yang berhubungan dengan perdagangan internasional, kepabeanan, maupun
perbankan, yang semuanya ini saling berkaitan dan selama ini sering terjadi
permasalahan di lapangan.
Adapun negara-negara yang melakukan
perdagangan luar negeri dengan Indonesia diantaranya: Bangkok, Beijing, Bonn,
Brussel, Kairo, Kanbera, Kopenhagen, Hongkong, Kuala Lumpur, Inggris, Manila,
Ottawa, New Delhi, Paris, Riyad, Seul, Singapura, Tokyo, Washington, Taipe, dan
masih banyak lagi.
2.2 Pengaruh ekspor impor dalam perkembangan
perekonomian di Indonesia
Pengutamaan ekspor bagi Indonesia sudah
digalakkan sejak tahun 1983. Sejak saat itu, ekspor menjadi perhatian dalam
memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya strategi industrialisasi
dari penekanan pada industri substitusi impor ke industri promosi ekspor.
Konsumen dalam negeri membeli barang impor atau konsumen luar negeri membeli barang
domestik, menjadi sesuatu yang sangat lazim. Persaingan sangat tajam antar
berbagai produk. Selain harga, kualitas atau mutu barang menjadi faktor penentu
daya saing suatu produk. Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia
Januari-Oktober 2008 mencapai USD118,43 miliar atau meningkat 26,92% dibanding
periode yang sama tahun 2007, sementara ekspor nonmigas mencapai USD92,26
miliar atau meningkat 21,63%. Sementara itu menurut sektor, ekspor hasil
pertanian, industri, serta hasil tambang dan lainnya pada periode tersebut
meningkat masing-masing 34,65%, 21,04%, dan 21,57% dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya.
Adapun selama periode ini pula, ekspor
dari 10 golongan barang memberikan kontribusi 58,8% terhadap total ekspor
nonmigas. Kesepuluh golongan tersebut adalah, lemak dan minyak hewan nabati,
bahan bakar mineral, mesin atau peralatan listrik, karet dan barang dari karet,
mesin-mesin atau pesawat mekanik. Kemudian ada pula bijih, kerak, dan abu
logam, kertas atau karton, pakaian jadi bukan rajutan, kayu dan barang dari
kayu, serta timah.
Selama periode Januari-Oktober 2008,
ekspor dari 10 golongan barang tersebut memberikan kontribusi sebesar 58,80%
terhadap total ekspor nonmigas. Dari sisi pertumbuhan, ekspor 10 golongan
barang tersebut meningkat 27,71% terhadap periode yang sama tahun 2007.
Sementara itu, peranan ekspor nonmigas di luar 10 golongan barang pada
Januari-Oktober 2008 sebesar 41,20%.
Peranan dan perkembangan ekspor
nonmigas Indonesia menurut sektor untuk periode Januari-Oktober tahun 2008
dibanding tahun 2007 dapat dilihat pada. Ekspor produk pertanian, produk
industri serta produk pertambangan dan lainnya masing-masing meningkat 34,65%,
21,04%, dan 21,57%.
Dilihat dari kontribusinya terhadap
ekspor keseluruhan Januari-Oktober 2008, kontribusi ekspor produk industri
adalah sebesar 64,13%, sedangkan kontribusi ekspor produk pertanian adalah
sebesar 3,31%, dan kontribusi ekspor produk pertambangan adalah sebesar 10,46%,
sementara kontribusi ekspor migas adalah sebesar 22,10%.
Secara keseluruhan kondisi ekspor
Indonesia membaik dan meningkat, tak dipungkiri semenjak terjadinya krisis
finansial global, kondisi ekspor Indonesia semakin menurun. Ekspor per
September yang sempat mengalami penurunan 2,15% atau menjadi USD12,23 miliar
bila dibandingkan dengan Agustus 2008. Namun, dari tahun ke tahun mengalami
kenaikan sebesar 28,53%.
Keadaan impor di Indonesia tak
selamanya dinilai bagus, sebab menurut golongan penggunaan barang, peranan
impor untuk barang konsumsi dan bahan baku selama Oktober 2008 mengalami
penurunan dibanding bulan sebelumnya yaitu masing-masing dari 6,77% dan 75,65%
menjadi 5,99% dan 74,89%. Sedangkan peranan impor barang modal meningkat dari
17,58% menjadi 19,12%. Impor Indonesia dari ASEAN mencapai 23,22 %
dan dari Uni Eropa 10,37%.
2.3 Faktor-faktor yang menjadi penyebab menurunnya atau
meningkatnya ekspor impor bagi perekonomian di Indonesia.
Penyebab krisis ekonomi menurut identifikasi para pakar,
adalah sebagai berikut:
1) Fenomena
productivity gap (kesenjangan produktifitas) yang erat berkaitan dengan
lemahnya alokasi aset ataupun faktor-faktor produksi.
2) Fenomena
diequilibrium trap (jebakan ketidak seimbangan) yang berkaitan dengan
ketidakseimbanagan struktur antarsektor produksi.
3) Fenomena loan
addiction ( ketergantungan pada hutang luar negeri) yang berhubungan dengan
perilaku para pelaku bisnis yang cenderung memobilisasi dana dalam bentuk mata
uang asing (foreign currency).
Dampak krisis ekonomi bagi Indonesia:
Pada Juni 1997, Indonesia terlihat jauh
dari krisis. Tidak seperti Thailand, Indonesia memiliki inflasi yang rendah,
perdagangan surplus lebih dari 900 juta dolar, persediaan mata uang luar yang
besar, lebih dari 20 milyar dolar, dan sektor bank yang baik.
Tapi banyak perusahaan Indonesia banyak
meminjam dolar AS. Di tahun berikut, ketika rupiah menguat terhadap dolar,
praktisi ini telah bekerja baik untuk perusahaan tersebut, level
efektifitas hutang dan biaya finansial telah berkurang pada saat harga mata
uang lokal meningkat.
Pada Juli, Thailand megambangkan baht,
Otoritas Moneter Indonesia melebarkan jalur perdagangan dari 8% ke 12%. Rupiah
mulai terserang kuat di Agustus. Pada 14 Agustus 1997, pertukaran floating
teratur ditukar dengan pertukaran floating bebas. Rupiah jatuh lebih dalam. IMF
datang dengan paket bantuan 23 milyar dolar, tapi rupiah jatuh lebih dalam lagi
karena ketakutan dari hutang perusahaan, penjualan rupiah, permintaan dolar
yang kuat. Rupiah dan Bursa Saham Jakarta menyentuh titik terendah pada bulan
Septemer. Moody’s menurunkan hutang jangka panjang Indonesia menjadi junk bond.
Meskipun krisis rupiah dimulai pada
Juli dan Agustus, krisis ini menguat pada November ketika efek dari devaluasi
di musim panas muncul di neraca perusahaan. Perusahaan yang meminjam dalam
dolar harus menghadapi biaya yang lebih besar yang disebabkan oleh penurunan
rupiah, dan banyak yang bereaksi dengan membeli dolar, yaitu dengan cara
menjual rupiah, dan menurunkan harga rupiah lebih jauh lagi.
Masalah pasar Asean-China dalam
kerangka Asean China Free Trade Agreement(ACFTA) juga
menjadi problem yang cukup kompleks. Karena produk hilir Indonesia tidak mampu
bersaing hadapi produk asal China. Sedangkan andalan Indonesia di pasar bebas
Asean-China tersebut lebih pada komoditas primer seperti minyak sawit mentah (crude
palm oil/CPO), karet, dan batu bara. Dengan demikian pasar domestik akan
kebanjiran barang China dan komoditas dari negara Asean
lainnya. Implementasi ACFTA bisa menjadi bumerang jika banjirnyaconsumer
goods semakin tak tertahankan.
Faktor pendorong suatu negara melakukan perdagangan
internasional, di antaranya sebagai berikut:
·
Untuk memenuhi kebutuhan barang dan
jasa dalam negeri.
·
Keinginan memperoleh keuntungan dan
meningkatkan pendapatan negara.
·
Adanya perbedaan kemampuan penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi.
·
Adanya kelebihan produk dalam negeri
sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk tersebut.
·
Adanya perbedaan keadaan seperti sumber
daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya
perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan produksi.
·
Adanya kesamaan selera terhadap suatu
barang.
·
Keinginan membuka kerja sama, hubungan
politik dan dukungan dari negara lain.
·
Terjadinya era globalisasi sehingga
tidak satu negara pun di dunia dapat hidup sendiri.
2.4 Kebijakan yang
diupayakan pemerintah untuk meningkatkan ekspor impor di Indonesia.
Beberapa ekonom menyebutkan bahwa
Indonesia mengalami perbaikan ekonomi. Pasar internasional juga sedang
menunjukkan pemulihan dengan kemampuan pasar yang berpotensi menyerap pasokan
produk industri nasional.
Jadi ada peluang meningkatkan kinerja
ekspor bila Indonesia bisa mengoptimalkan kapasitas produksi dalam negeri
karena pulihnya pasar global. Tentu merumuskan kebijakan ekspor yang menjamah permasalahan
semua lini bisnis dalam perdagangan internasional menjadi penting. Prestasi
mengangkat kembali nilai ekspor tergantung dari kebijaksanaan ekonomi yang
ditempuh baik yang berada dalam lini bisnis vital maupun pendukung. Baik yang
kualitatif maupun yang kuantitatif.
Kebijakan-Kebijakan perdagangan
Internasional yang telah diupayakan oleh pemerintah, diantaranya:
1) Tarif
Tarif adalah
sejenis pajak yang dikenakan atas barang-barang yang diimpor. Tarif spesifik (Specific
Tariffs) dikenakan sebagai beban tetap atas unit barang yang diimpor.
Misalnya $6 untuk setiap barel minyak). Tarifold Valorem (od Valorem Tariffs)
adalah pajak yang dikenakan berdasarkan persentase tertentu dari nilai
barang-barang yang diimpor (misalnya, tarif 25 % atas mobil yang diimpor).
Dalam kedua kasus dampak tarif akan meningkatkan biaya pengiriman barang ke
suatu negara.
2) Subsidi ekspor
Subsidi ekspor
adalah pembayaran sejumlah tertentu kepada perusahaan atau perseorangan yang
menjual barang ke luar negeri, seperti tarif, subsidi ekspor dapat berbentuk
spesifik (nilai tertentu per unit barang) atau Od Valorem (presentase dari
nilai yang diekspor). Jika pemerintah memberikan subsidi ekspor, pengirim akan
mengekspor, pengirim akan mengekspor barang sampai batas dimana selisih harga
domestic dan harga luar negeri sama dengan nilai subsidi. Dampak dari subsidi
ekspor adalah meningkatkan harga dinegara pengekspor sedangkan di negara
pengimpor harganya turun.
3) Pembatasan impor
Pembatasan
impor (Import Quota) merupakan pembatasan langsung atas jumlah barang yang
boleh diimpor. Pembatasan ini biasanya diberlakukan dengan memberikan lisensi
kepada beberapa kelompok individu atau perusahaan. Misalnya, Amerika Serikat
membatasi impor keju. Hanya perusahaan-perusahaan dagang tertentu yang
diizinkan mengimpor keju, masing-masing yang diberikan jatah untuk mengimpor
sejumlah tertentu setiap tahun, tak boleh melebihi jumlah maksimal yang telah
ditetapkan. Besarnya kuota untuk setiap perusahaan didasarkan pada jumlah keju
yang diimpor tahun-tahun sebelumnya.
4) Pengekangan ekspor sukarela
Bentuk lain
dari pembatasan impor adalah pengekangan sukarela (Voluntary Export Restraint),
yang juga dikenal dengan kesepakatan pengendalian sukarela (Voluntary Restraint
Agreement = ERA).
VER adalah
suatu pembatasan kuota atas perdagangan yang dikenakan oleh pihak negara
pengekspor dan bukan pengimpor. Contoh yang paling dikenal adalah pembatasan
atas ekspor mobil ke Amerika Serikat yang dilaksanakan oleh Jepang sejak 1981.
VER pada
umumnya dilaksanakan atas permintaan negara pengimpor dan disepakati oleh
negara pengekspor untuk mencegah pembatasan-pembatasan perdagangan lainnya. VER
mempunyai keuntungan-keuntungan politis dan legal yang membuatnya menjadi
perangkat kebijakan perdagangan yang lebih disukai dalam beberapa tahun
belakangan. Namun dari sudut pandang ekonomi, pengendalian ekspor sukarela
persis sama dengan kuota impor dimana lisensi diberikan kepada pemerintah asing
dan karena itu sangat mahal bagi negara pengimpor.
VER selalu
lebih mahal bagi negara pengimpor dibandingan dengan tarif yang membatasi impor
dengan jumlah yang sama. Bedanya apa yang menjadi pendapatan pemerintah dalam
tariff menjadi (rent) yang diperoleh pihak asing dalam VER, sehingga VER
nyata-nyata mengakibatkan kerugian.
5) Persyaratan kandungan lokal.
Persyaratan
kandungan local (local content requirement) merupakan pengaturan yang
mensyaratkan bahwa bagian-bagian tertentu dari unit-unit fisik, seperti kuota
impor minyak AS ditahun 1960-an. Dalam kasus lain, persyaratan ditetapkan dalam
nilai, yang mensyaratkan pangsa minimum tertentu dalam harga barang berawal
dari nilali tambah domestik. Ketentuan kandungan lokal telah digunakan secara
luas oleh negara berkembang yang beriktiar mengalihkan basis manufakturanya
dari perakitan kepada pengolahan bahan-bahan antara (intermediate goods). Di
amerika serikat rancangan undang-undang kandungan local untuk kendaraan
bermotor diajukan tahun 1982 tetapi hingga kini berlum diberlakukan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ekspor impor adalah suatu transaksi
menjual dan membeli barang yang dilakukan oleh dua atau lebih negara untuk
mendapatkan barang-barang yang diperlukan di negara yang bersangkutan.
1) Manfaat perdagangan ekspor impor:
·
Dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
·
Pendapatan negara akan bertambah karena
adanya devisa.
·
Meningkatkan perekonomian rakyat.
·
Mendorong berkembangnya kegiatan
industri.
·
Memperoleh barang yang tidak dapat
diproduksi di negeri sendiri.
·
Memperluas pasar dan menambah
keuntunganTransfer teknologi modern.
2) Perkembangan ekspor impor merupakan faktor
penentu dalam menentukan roda perekonomiandi Indonesia. Seperti yang kita
ketahui, Indonesia sebagai negara yang sangat kaya raya dengan hasil bumi dan
migas, selalu aktif terlibat dalam perdagangan internasional.
3) Nilai ekspor memang menunjukkan peningkatan
namun tidak dibarengi dengan kenaikan produksi, sebab tidak mengangkat volume
ekspor yang cukup signifikan. Konsekuensinya, naik turunnya nilai ekspor sangat
tergantung pada fluktuasi harga komoditas di pasar dunia. Selain harga,
kualitas atau mutu barang menjadi faktor penentu daya saing suatu produk.
Berbagai masalah yang muncul dapat mempengaruhi perkembangan ekspor impor yang
ada. Namun dengan adanya faktor-faktor pendorong, kegiatan ekspor impor akan
tetap berjalan dengan memperkecil masalah-masalah yang nantinya dihadapi.
4) Dengan adanya kebijakan-kebijakan yang diupayakan
pemerintah dalam kegiatan ekspor impor di Indonesia maka seiring waktu, ekspor
impor akan semakin menuju target dari tujuan-tujuan negara Indonesia.
3.2 Saran
1) Bagi pemerintah
Kebijakan yang
menyinergikan ekspor dan impor perlu dikembangkan untuk memberikan pertumbuhan
yang berkualitas, karena impor lebih didominasi produk hulu dan ekspor
didominasi produk hilir. Sambil terus berupaya mengurangi ketergantungan bahan
baku dan memberdayakan sumber daya alam Indonesia, yang akan menciptakan
kemandirian bangsa ditengah persaingan perdagangan yang semakin ketat.
2) Bagi masyarakat
Banyak
faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara.
Faktor-faktor tersebut diantaranya: kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan
iptek dan lain-lain. Dalam era perdagangan global sekarang
ini, arus barang masuk dan keluar sangatlah cepat.Untuk memperlancar urusan
bisnisnya, para pengusaha seharusnya memiliki pengetahuan yang cukup mengenai
prosedur ekspor impor, baik dari segi peraturan yang selalu diperbarui terutama
yang berhubungan dengan perdagangan internasional, kepabeanan, maupun
perbankan, yang semuanya ini saling berkaitan dan selama ini sering terjadi
permasalahan di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmeth, Adie. 2010. Makalah Dampak Globalisasi
Terhadap Terekonomian. (Online), (http://om Adie ahmeth.blogspot.com,
diakses pada tanggal 15 April 2011).
Amir. 2001. Korespodensi Bisnis Ekspor Impor,
Jakarta: PPM.
Djauhari Ahsar, Amirullah. 2002. Teori dan
Praktek Ekspor Impor, Yogja: Graha Ilmu.
Fernando, Youbil. 2010. Ekspor Impor Indonesia. (Online), ( http://www.makalah
ekspor-impor-indonesia.html, diakses pada tanggal 18 April 2011).
Hutabarat, Roselyne. 1989. Transaksi Ekspor Impor,
Jakarta: Erlangga.
Krugman, Paul dan Maurice Obstfeld. 2003. Ekonomi
Internasional, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.