Makalah Bahasa Ibu Lengkap


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Manusia berbahasa ibarat burung bersayap”, demikian kata George H. Lewis. Bahasa tak terlepas dari hakikat keberadaan manusia karena itulah yang menjadi piranti komunikasi antar manusia. Pada ungkapan di atas nampak bahwa manusia tanpa bahasa sama seperti burung tanpa sayap, karena sayaplah yang mecirikan burung dan bahasalah yang mencirikan manusia.
Bahasa dikatakan menjadi keunikan yang mencirikan manusia dan membedakannya dengan makhluk hidup lainnya. Pernyataan ini tidak berarti bahwa hanya manusia yang memiliki piranti komunikasi. Binatang disebut tidak berbahasa tapi tetap bisa berkomunikasi. Ocehan burung kakatua yang bisa menyerupai ucapan manusia; perintah ‘duduk’ atau ‘kejar’ yang dipahami anjing; kemampuan monyet untuk memahami perintah ujaran manusia; nyanyian burung yang berirama; tempo bunyi yang didengungkan lebah; suara-suara yang dikeluarkan ikan paus; semua itu adalah contoh piranti komunikasi binatang. Piranti ini tidak serta merta disebut bahasa walaupun memang menyerupai bahasa.
Dari paparan di atas, nyatalah bahwa hanya manusia yang layak disebut berbahasa mengingat kompleksnya kebahasaan itu sendiri. Kembali pada pendapat Chomsky tadi, manusia sejak lahir akan mempelajari bahasa dengan sendirinya, meski serumit apapun anak akan memperoleh bahasa. Proses pemerolehan ini berlangsung secara alami, tidak dengan cara menghapalkan kosakata, aturan-aturan gramatika, dan aplikasi secara sosial. Kamus bahasa dalam otak anak tersusun secara otomatis tanpa teori, sedangkan kemampuan gramatika anak terasah dari pemerolehan yang disimaknya.





BAB II
PEMBAHASAN

A.     PENGERTIAN BAHASA IBU
Menurut Tarmizi, penguasaan sebuah bahasa oleh seorang anak dimulai dengan perolehan bahasa pertama yang sering kali disebut bahasa ibu (B1). Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahasa ibu merupakan bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak lahir melalui interaksi dengan sesama anggota masyarakat bahasanya, seperti keluarga dan masyarakat lingkungannya.
Orang tua dan lingkungan mempunyai andil besar terhadap pemerolehan bahasa yang akan dipejarinya di lembaga formal. Dijelaskan dalam aliran behavioristik Tolla dalam Indrawati dan Oktarina (2005:24) bahwa proses penguasaan bahasa pertama (B1) dikendalikan dari luar, yaitu oleh rangsangan yang disodorkan melalui lingkungan. Dalam hal ini keluarga (ayah, ibu, kakak, nenek , kakek) atau orang-orang dewasa yang terdapat disekitar anak merupakan sosok/model yang paling dekat dengan anak usia dini yang mana merupakan suatu panutan bagi anak. Selain itu, anak usia dini memiliki karakteristik imitasi/meniru. Anak usia dini selalu meniru kegiatan-kegiatan orang dewasa/keluarganya baik itu tingkah laku yang dilakukan keluarganya maupun bahasa yang diucapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Lebih lanjut pemerolehan bahasa pertama terjadi apabila seorang anak yang semula tanpa bahasa kini ia memperoleh bahasa (Tarigan dalam Safarina dan Indrawati, 2006:157). Bahasa daerah merupakan bahasa pertama yang dikenal anak sebagai bahasa pengantar dalam keluarga atau sering disebut sebagai bahasa ibu (B1). Bahasa ibu yang digunakan setiap saat sering kali terbawa ke situasi formal atau resmi yang seharusnya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.Hal ini menunjukkan bahwa orang tua memegang peranan penting dalam pemerolehan bahasa pertama (B1) anak. Oleh karena itu, sebagai orang tua atau pun pendidik anak usia dini seharusnya menstimulasi perkembangan berbahasa anak secara optimal melalui kegiatan-kegiatan yang secara langsung maupun tidak langsung dalam kehidupan sehari-hari.
1.      B.    RAGAM BAHASA IBU
              Bangsa Indonesia adalah bangsa yang luas. “Dari sabang sampai merauke, berjajar pulau-pulau”.  Begitulah sedikit kutipan lagu nasional yang sering dinyanyikan pada saat duduk di bangku Sekolah Dasar. Dari cuplikan lagu tersebut, dapat disimpulkan bahwa Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya. Tidak hanya kaya akan sumber daya alam yang melimpah ruah namu juga kaya akan budaya-budaya yang sangat unik dan beragam. Baik dari segi adat istiadat, bahasa, maupun ragam dialek pun mempengaruhi keanekaragaman bahasa ibu di Indonesia.
Pada 2008 jumlah bahasa di dunia 6.912. Dari sejumlah itu, Indonesia menduduki peringkat kedua (741 bahasa) setelah Papua New Guinea (820 bahasa). Sebagian besar dari 741 bahasa itu adalah bahasa daerah dan yang paling banyak penuturnya adalah bahasa Jawa. Dalam Summer Institute of Linguistics 2006 disebutkan tentang peringkat bahasa dengan jumlah penutur terbanyak di Indonesia. Peringkat tersebut menunjukkan bahasa Jawa 75,6 juta penutur, bahasa Sunda 27 juta penutur, bahasa Indonesia 17,1 juta penutur (140 juta penutur sebagai bahasa kedua), bahasa Madura 13,7 juta penutur, bahasa Minangkabau 6,5 juta penutur, bahasa Batak 6,2 juta penutur, bahasa Bali 3,8 juta penutur, bahasa Bugis kurang dari 4 juta penutur, bahasa Aceh 3 juta penutur, bahasa Betawi/Kreol 2,7 juta penutur, bahasa Sasak 2,1 juta penutur, bahasa Makassar 2 juta penutur, bahasa Lampung kurang dari 1,5 juta penutur dan bahasa Rejang kurang dari 1 juta penutur.
Adanya berbagai macam dan ragam bahasa menimbulkan masalah, bagaimana kita menggunakan bahasa itu di dalam masyarakat (Chaer, 1994:63). Dialek atau pelafalan bahasa daerah dan ragam bahasa dalam tatanannya sebagai bahasa lisan memiliki dampak terhadap pelafalan bahasa Indonesia yang baik dan benar meskipun dari segi makna masih dapat diterima. Pelafalan yang nyata sering terdengar dalam tuturan resmi berasal dari berbagai dialek bahasa di nusantara yaitu Jawa, Batak, Sunda, Bali, Minangkabau. Dialek-dialek tersebut akan lebih baik bila sekecil mungkin dihilangkan apalagi bila dialek itu diselingi dengan bahasa daerah dari bahasa ibu (B1) petuturnya sehingga tidak menimbulkan permasalahan khususnya salah penafsiran bahasa karena terdapat bahasa daerah yang mempunyai ucapan atau pelafalan sama namun memiliki makna yang berbeda.
Contoh:
§  suwek dalam bahasa Sekayu (Sumsel) bermakna tidak ada
§  suwek dalam bahasa Jawa bermakna sobek
§  kenek dalam bahasa Batak bermakna kernet (pembantu sopir)
§  kenek dalam bahasa Jawa bermakna kena
§  abang dalam bahasa Batak dan Jakarta bermakna kakak
§  abang dalam bahasa Jawa bermakna merah
1.      C.    TAHAPAN-TAHAPAN PEMEROLEHAN BAHASA IBU
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Perlu untuk diketahui adalah seorang anak tidak dengan tiba-tiba memiliki tata bahasa B1 dalam otaknya dan lengkap dengan semua kaidahnya. B1 diperolehnya dalam beberapa tahap dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati tata bahasa dari bahasa orang dewasa. Menurut para ahli, tahap-tahap ini sedikit banyaknya ada ciri kesemestaan dalam berbagai bahasa di dunia.
1.      Vokalisasi Bunyi
Pada umur sekitar 6 minggu, bayi mulai mengeluarkan bunyi-bunyi dalam bentuk teriakan, rengekan, dekur. Bunyi yang dikeluarkan oleh bayi mirip dengan bunyi konsonan atau vokal. Akan tetapi, bunyi-bunyi ini belum dapat dipastikan bentuknya karena memang belum terdengar dengan jelas, sehingga sebagian ahli menyebutnya bunyi-bunyi prabahasa/dekur/vokalisasi bahasa/tahap cooing.
Setelah tahap vokalisasi, bayi mulai mengoceh (babling). Celoteh merupakan ujaran yang memiliki suku kata tunggal seperti mu dan da. Adapun umur si bayi mengoceh tak dapat ditentukan dengan pasti. Mar’at (2005:43) menyebutkan bahwa tahap ocehan ini terjadi pada usia antara 5 dan 6 bulan. Dardjowidjojo (2005: 244) menyebutkan bahwa tahap celoteh terjadi sekitar umur 6 bulan. Tidak hanya itu. ada juga sebagian ahli menyebutkan bahwa celoteh terjadi pada umur 8 sampai dengan 10 bulan. Perbedaan pendapat seperti ini dapat saja. Yang perlu diingat bahwa kemampuan anak berceloteh tergantung pada perkembangan neurologi seorang anak.
1.      Tahap Satu-Kata atau Holofrastis
Tahap ini berlangsung ketika anak berusia antara 12 dan 18 bulan. Ujaran-ujaran yang mengandung kata-kata tunggal diucapkan anak untuk mengacu pada benda-benda yang dijumpai sehari-hari. Pada tahap ini pula seorang anak mulai menggunakan serangkaian bunyi berulang-ulang untuk makna yang sama. pada usia ini pula, sang anak sudah mengerti bahwa bunyi ujar berkaitan dengan makna dan mulai mengucapkan kata-kata yang pertama. Itulah sebabnya tahap ini disebut tahap satu kata satu frase atau kalimat,yang berarti bahwa satu kata yang diucapkan anak itu merupakan satu konsep yang lengkap, misalnya “mam” (Saya minta makan); “pa” (Saya mau papa ada di sini), “Ma” (Saya mau mama ada di sini).
Menurut pendapat beberapa peneliti bahasa anak, kata-kata dalam tahap ini mempunyai tiga fungsi, yaitu kata-kata itu dihubungkan dengan perilaku anak itu sendiri atau suatu keinginan untuk suatu perilaku, untuk mengungkapkan suatu perasaan, untuk memberi nama kepada suatu benda. Dalam bentuknya, kata-kata yang diucapkan itu terdiri dari konsonan-konsonan yang mudah dilafalkan seperti m,p,s,k dan vokal-vokal seperti a,i,u,e.
1.      Tahap Dua-Kata, Satu Frase
Tahap ini berlangsung ketika anak berusia 18-20 bulan. Ujaran-ujaran yang terdiri atas dua kata mulai muncul seperti mama mam dan papa ikut. Kalau pada tahap holofrastis ujaran yang diucapkan si anak belum tentu dapat ditentukan makna, pada tahap dua kata ini, ujaran si anak harus ditafsirkan sesuai dengan konteksnya. Pada tahap ini pula anak sudah mulai berpikir secara “subjek + predikat” meskipun hubungan-hubungan seperti infleksi, kata ganti orang dan jamak belum dapat digunakan. Dalam pikiran anak itu, subjek + predikat dapat terdiri atas kata benda + kata benda, seperti “Ani mainan” yang berarti “Ani sedang bermain dengan mainan” atau kata sifat + kata benda, seperti “kotor patu” yang artinya “Sepatu ini kotor” dan sebagainya.
1.      Ujaran Telegrafis
Pada usia 2 dan 3 tahun, anak mulai menghasilkan ujaran kata-ganda (multiple-word utterances) atau disebut juga ujaran telegrafis. Anak juga sudah mampu membentuk kalimat dan mengurutkan bentuk-bentuk itu dengan benar. Kosakata anak berkembang dengan pesat mencapai beratus-ratus kata dan cara pengucapan kata-kata semakin mirip dengan bahasa orang dewasa.
1.      E.     DAMPAK BAHASA IBU TERHADAP PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA
Pemerolehan bahasa pertama (B1) sudah barang tentu mempunyai dampak terhadapi anak untuk mendapatkan bahasa kedua (B2) yaitu misalnya bahasa Indonesia yang baik dan benar. Awal dari pemerolehan bahasa tersebut dimulai sejak masa kanak-kanak menguasai bahasa pertamanya. Dimana sejak kanak-kanak memperoleh pengetahuan baru mengenai bahasa keduanya. Merupakan sebuah proses pemahaman yang membantu seorang kanak-kanak untuk dapat mengerti bahasa keduanya.
Bahasa pertama merupakan bahasa ibu, bahasa yang dipelajari oleh seseorang di masa kanak-kanak pada awal pemerolehan bahasa. Oleh karena itu pada umumnya bahasa pertama (B1) merupakan bahasa daerah. Beragam bahasa yang ada di Indonesia yang pada umumnya menjadi bahasa pertama seseorang. Bangsa Indonesia memiliki latar belakang budaya, suku dan kebiasaan tertentu dimasyarakat. Hal ini cenderung mempengaruhi bahasa seseorang, misalnya penggunaan dialek bahasa-bahasa daerah di Indonesia yang memang bervariasi. Belum lagi adanya persamaan makna atau penafsiran tertentu di suatu daerah satu dengan daerah lainnya. Selain itu berbeda dengan pasangan orang tua yang berasal dari daerah yang berbeda dengan bahasa yang berbeda pula dan lingkungan yang berbeda dengan kedua bahasa orang tuanya maka anak akan memperolah bahasa yang beraneka ragam ketika bahasa Indonesia diperolehnya di sekolah akan menjadi masukan baru yang berbeda pula. Hal ini pula mempengaruhi pada pembelajaran bahasa kedua seseorang.
Pemerolehan bahasa kedua dilakukan dengan proses, dibutuhkan perkembangan kanak-kanak tersebut sehingga benar-benar fasih menggunakan bahasa keduanya.  Kefasihan seorang anak untuk menggunakan dua bahasa sangat tergantung adanya kesempatan untuk menggunakan kedua bahasa itu. Jika kesempatan banyak maka kefasihan berbahasanya semakin baik (Chaer, 1994:66). Semakin sering pengunaan dan pemakaian bahasa kedua, baik secara formal maupun informal maka hal ini akan membantu pada proses pemahaman dan kefasihan pemakaian bahasa keduanya. Misalnya pada hipotesis variasi individual penggunaan monitor yakni seseorang yang menggunakan bahasa tanpa memonitor pemakaian bahasanya akan lebih cepat dalam belajar bahasa (Chaer, 2003:250). Hal ini seseorang terus menerus menggunakan bahasa tanpa aturan, namun jumlah pemakaian bahasa itu yang dilakukan terus-menerus sehingga proses pemerolehan bahasa akan lebih cepat.
1.      F.     PERAN BAHASA IBU UNTUK ANAK USIA DINI
Peran bahasa ibu sangat penting dalam pendidikan anak. Bahkan bisa dikatakan sebagai peran kunci. Ali (1995:77) mengatakan bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak awal hidupnya melalui interaksi dengan sesama anggota masyarakat bahasanya, seperti keluarga dan masyarakat lingkungan. Hal ini menunjukkan bahasa pertama (B1) merupakan suatu proses awal yang diperoleh anak dalam mengenal bunyi dan lambang yang disebut bahasa.
Berikut adalah peranan bahasa ibu terhadap PAUD:
1.      Bahasa ibu merupakan alat ekspresi dan komunikasi bagi anak.
Dengan menggunakan bahasa ibu, anak-anak dapat menyampaikan ide ataupun maksud keinginan anak kepada orang terdekatnya. Khususnya bagi anak, bahasa ibu merupakan alat ekspresi dan komunikasi bagi anak dengan anggota keluarga dimana anak tersebut tinggal.
Contohnya:
Ketika anak menangis dan tidak bisa diam. Dia menginginkan mainan mobil-mobilan tersebut. Namun keinginannya itu tidak dipenuhi oleh ibunya.
Anak: emoohh, aku njaluk mobil-mobilan kui (sambil menangis)
(gak mau, aku mau mobil-mobilan itu)
Ibu: es krim iki ae le…(sambil menunjukkan es krim kepada anaknya)
(es krim ini aja nak…)
Dari percakapan di atas meunjukkan bahwa bahasa ibu digunakan anak sebagai alat komunikasi dengan anggota keluarga. Oleh sebab itu, bahasa ibu sangat penting dalam pendidikan anak usia dini.
1.      Bahasa ibu mudah dipelari oleh anak
Hal ini dimaksudkan bahwa bahasa ibu lebih mudah untuk dipelajari oleh anak secara langsung dimana anak dapat mendengarnya dari keluarga terdekat mereka  sebagai alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga sungguh pentingnya bahasa ibu dalam pendidikan anak usia dini karena bahasa ibu mudah untuk dipelajarai anak.
1.      Bahasa ibu merupakan sumber pengetahuan bagi anak
Anak usia dini bersifat imitatif (meniru). Dalam hal ini anak tidak hanya meniru apa saja yang dilihatnya namun anak juga meniru apa yang anak dengar, termasuk di dalamnya adalah bahasa. Bahasa disini adalah bahasa ibu, dimana lingkungan terdekat anak adalah keluarga. Anak serta merta akan meniru apapun yang ia tangkap di keluarga dan lingkungannya sebagai bahan pengetahuannya yang baru terlepas apa yang didapatkannya itu baik atau tidak baik. Citraan orang tua menjadi dasar pemahaman baru yang diperolehnya sebagai khazanah pengetahuannya artinya apa saja yang dilakukan orang tuanya dianggap baik menurutnya. Apapun bahasa yang diperoleh anak dari orang tua dan lingkungannya tersimpan di benaknya sebagai konsep perolehan bahasa anak itu sendiri.
Contoh:
Anak : buk,sms an ki pie? (melihat kakaknya sedang sms temannya)
Buk, sms itu bagaimana?
Ibu : sms kui nulis surat nganggo alat hp (sambil menunjukkan cara sms)
Sms itu menulis surat memakai alat hp.
Dari percakapan tersebut menunjukkan bahwa ketika anak melihat atau mendengar sesuatu itu akan membentuk suatu pengetahuan yang dapat dipelajari anak melalui bahasa ibu. Oleh sebab itu bahasa ibu sangat penting dalam pendidikan anak usia dini.
1.      Bahasa ibu merupakan pertahanan yang kuat untuk melawan tergerusnya pemakaian bahasa daerah yang terjadi di era globalisasi.
Bahasa daerah berfungsi sebagai bahasa komunikasi intra etnik. Jika fungsi ini dapat dipertahankan, maka bahasa daerah pasti akan tetap eksis di tengah masyarakat dengan mewariskan bahasa daerah dari generasi ke generasi dalam ranah tradisional lainnya.
1.      Bahasa ibu sebagai bahasa pengantar pada tingkat permulaan sekolah
Dalam tingkat permulaan sekolah tentu anak-anak dapat berkomunikasi dengan teman sebaya ataupun gurunya dengan menggunakan bahasa ibu.
BAB III
KESIMPULAN
              Bahasa ibu (B1) merupakan bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak lahir melalui interaksi dengan sesama anggota masyarakat bahasanya, seperti keluarga dan masyarakat lingkungannya. Sehingga orang tua berperan penting dalam proses pemerolehan bahasa pertama (B1) anak. Hal ini tentunya akan berdampak terhadap perkembangan anak dalam permerolehan bahasa kedua anak. Sehingga peranan bahasa ibu terhadap pendidikan anak usia dini aadalah sebagai berikut: (1) Bahasa ibu merupakan alat ekspresi dan komunikasi bagi anak; (2) Bahasa ibu mudah dipelari oleh anak; (3) Bahasa ibu merupakan sumber pengetahuan bagi anak; (4) Bahasa ibu merupakan pertahanan yang kuat untuk melawan tergerusnya pemakaian bahasa daerah yang terjadi di era globalisasi; (5) Bahasa ibu sebagai bahasa pengantar pada tingkat permulaan sekolah.
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta. 1994.
___________ , Psikolinguistik. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2003.
Dardjowidjojo, Soenjono. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman    Bahasa Manusia.Jakarta: Yayasan Obor. 2005.
Field, John. Psycholinguistics: a resource book for students. New     York:   Routledge. 2003.
Indrawati, Sri dan Santi Oktarina. “Pemerolehan Bahasa Anak TK: Sebuah Kajian Fungsi Bahasa.” Lingua, 2005.
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Mar’at, Samsunuwiyati. Psikolinguistik Suatu Pengantar. Bandung: PT      Refika Aditama. 2005.
Safarina, D. Sopah, dan Indrawati, S. “Analisis Kesalahan Berbahasa        Ragam Tulis Siswa Madrasah Ibtidaiyah Negeri I Palembang.”    Lingua, 2006.
Siti Isnaniah. “Bahasa Ibu: Revitalisasi Bahasa Ibu”. Solopos Online.http://www.solopos.com/2012/02/21/bahasa-ibu-revitalisasi- bahasa-ibu-164254(diakses 03 Desember 2012).



1 comments:


EmoticonEmoticon