Makalah Bahasa Ibu Lengkap


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Manusia berbahasa ibarat burung bersayap”, demikian kata George H. Lewis. Bahasa tak terlepas dari hakikat keberadaan manusia karena itulah yang menjadi piranti komunikasi antar manusia. Pada ungkapan di atas nampak bahwa manusia tanpa bahasa sama seperti burung tanpa sayap, karena sayaplah yang mecirikan burung dan bahasalah yang mencirikan manusia.
Bahasa dikatakan menjadi keunikan yang mencirikan manusia dan membedakannya dengan makhluk hidup lainnya. Pernyataan ini tidak berarti bahwa hanya manusia yang memiliki piranti komunikasi. Binatang disebut tidak berbahasa tapi tetap bisa berkomunikasi. Ocehan burung kakatua yang bisa menyerupai ucapan manusia; perintah ‘duduk’ atau ‘kejar’ yang dipahami anjing; kemampuan monyet untuk memahami perintah ujaran manusia; nyanyian burung yang berirama; tempo bunyi yang didengungkan lebah; suara-suara yang dikeluarkan ikan paus; semua itu adalah contoh piranti komunikasi binatang. Piranti ini tidak serta merta disebut bahasa walaupun memang menyerupai bahasa.
Dari paparan di atas, nyatalah bahwa hanya manusia yang layak disebut berbahasa mengingat kompleksnya kebahasaan itu sendiri. Kembali pada pendapat Chomsky tadi, manusia sejak lahir akan mempelajari bahasa dengan sendirinya, meski serumit apapun anak akan memperoleh bahasa. Proses pemerolehan ini berlangsung secara alami, tidak dengan cara menghapalkan kosakata, aturan-aturan gramatika, dan aplikasi secara sosial. Kamus bahasa dalam otak anak tersusun secara otomatis tanpa teori, sedangkan kemampuan gramatika anak terasah dari pemerolehan yang disimaknya.





BAB II
PEMBAHASAN

A.     PENGERTIAN BAHASA IBU
Menurut Tarmizi, penguasaan sebuah bahasa oleh seorang anak dimulai dengan perolehan bahasa pertama yang sering kali disebut bahasa ibu (B1). Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahasa ibu merupakan bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak lahir melalui interaksi dengan sesama anggota masyarakat bahasanya, seperti keluarga dan masyarakat lingkungannya.
Orang tua dan lingkungan mempunyai andil besar terhadap pemerolehan bahasa yang akan dipejarinya di lembaga formal. Dijelaskan dalam aliran behavioristik Tolla dalam Indrawati dan Oktarina (2005:24) bahwa proses penguasaan bahasa pertama (B1) dikendalikan dari luar, yaitu oleh rangsangan yang disodorkan melalui lingkungan. Dalam hal ini keluarga (ayah, ibu, kakak, nenek , kakek) atau orang-orang dewasa yang terdapat disekitar anak merupakan sosok/model yang paling dekat dengan anak usia dini yang mana merupakan suatu panutan bagi anak. Selain itu, anak usia dini memiliki karakteristik imitasi/meniru. Anak usia dini selalu meniru kegiatan-kegiatan orang dewasa/keluarganya baik itu tingkah laku yang dilakukan keluarganya maupun bahasa yang diucapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Lebih lanjut pemerolehan bahasa pertama terjadi apabila seorang anak yang semula tanpa bahasa kini ia memperoleh bahasa (Tarigan dalam Safarina dan Indrawati, 2006:157). Bahasa daerah merupakan bahasa pertama yang dikenal anak sebagai bahasa pengantar dalam keluarga atau sering disebut sebagai bahasa ibu (B1). Bahasa ibu yang digunakan setiap saat sering kali terbawa ke situasi formal atau resmi yang seharusnya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.Hal ini menunjukkan bahwa orang tua memegang peranan penting dalam pemerolehan bahasa pertama (B1) anak. Oleh karena itu, sebagai orang tua atau pun pendidik anak usia dini seharusnya menstimulasi perkembangan berbahasa anak secara optimal melalui kegiatan-kegiatan yang secara langsung maupun tidak langsung dalam kehidupan sehari-hari.
1.      B.    RAGAM BAHASA IBU
              Bangsa Indonesia adalah bangsa yang luas. “Dari sabang sampai merauke, berjajar pulau-pulau”.  Begitulah sedikit kutipan lagu nasional yang sering dinyanyikan pada saat duduk di bangku Sekolah Dasar. Dari cuplikan lagu tersebut, dapat disimpulkan bahwa Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya. Tidak hanya kaya akan sumber daya alam yang melimpah ruah namu juga kaya akan budaya-budaya yang sangat unik dan beragam. Baik dari segi adat istiadat, bahasa, maupun ragam dialek pun mempengaruhi keanekaragaman bahasa ibu di Indonesia.
Pada 2008 jumlah bahasa di dunia 6.912. Dari sejumlah itu, Indonesia menduduki peringkat kedua (741 bahasa) setelah Papua New Guinea (820 bahasa). Sebagian besar dari 741 bahasa itu adalah bahasa daerah dan yang paling banyak penuturnya adalah bahasa Jawa. Dalam Summer Institute of Linguistics 2006 disebutkan tentang peringkat bahasa dengan jumlah penutur terbanyak di Indonesia. Peringkat tersebut menunjukkan bahasa Jawa 75,6 juta penutur, bahasa Sunda 27 juta penutur, bahasa Indonesia 17,1 juta penutur (140 juta penutur sebagai bahasa kedua), bahasa Madura 13,7 juta penutur, bahasa Minangkabau 6,5 juta penutur, bahasa Batak 6,2 juta penutur, bahasa Bali 3,8 juta penutur, bahasa Bugis kurang dari 4 juta penutur, bahasa Aceh 3 juta penutur, bahasa Betawi/Kreol 2,7 juta penutur, bahasa Sasak 2,1 juta penutur, bahasa Makassar 2 juta penutur, bahasa Lampung kurang dari 1,5 juta penutur dan bahasa Rejang kurang dari 1 juta penutur.
Adanya berbagai macam dan ragam bahasa menimbulkan masalah, bagaimana kita menggunakan bahasa itu di dalam masyarakat (Chaer, 1994:63). Dialek atau pelafalan bahasa daerah dan ragam bahasa dalam tatanannya sebagai bahasa lisan memiliki dampak terhadap pelafalan bahasa Indonesia yang baik dan benar meskipun dari segi makna masih dapat diterima. Pelafalan yang nyata sering terdengar dalam tuturan resmi berasal dari berbagai dialek bahasa di nusantara yaitu Jawa, Batak, Sunda, Bali, Minangkabau. Dialek-dialek tersebut akan lebih baik bila sekecil mungkin dihilangkan apalagi bila dialek itu diselingi dengan bahasa daerah dari bahasa ibu (B1) petuturnya sehingga tidak menimbulkan permasalahan khususnya salah penafsiran bahasa karena terdapat bahasa daerah yang mempunyai ucapan atau pelafalan sama namun memiliki makna yang berbeda.
Contoh:
§  suwek dalam bahasa Sekayu (Sumsel) bermakna tidak ada
§  suwek dalam bahasa Jawa bermakna sobek
§  kenek dalam bahasa Batak bermakna kernet (pembantu sopir)
§  kenek dalam bahasa Jawa bermakna kena
§  abang dalam bahasa Batak dan Jakarta bermakna kakak
§  abang dalam bahasa Jawa bermakna merah
1.      C.    TAHAPAN-TAHAPAN PEMEROLEHAN BAHASA IBU
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Perlu untuk diketahui adalah seorang anak tidak dengan tiba-tiba memiliki tata bahasa B1 dalam otaknya dan lengkap dengan semua kaidahnya. B1 diperolehnya dalam beberapa tahap dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati tata bahasa dari bahasa orang dewasa. Menurut para ahli, tahap-tahap ini sedikit banyaknya ada ciri kesemestaan dalam berbagai bahasa di dunia.
1.      Vokalisasi Bunyi
Pada umur sekitar 6 minggu, bayi mulai mengeluarkan bunyi-bunyi dalam bentuk teriakan, rengekan, dekur. Bunyi yang dikeluarkan oleh bayi mirip dengan bunyi konsonan atau vokal. Akan tetapi, bunyi-bunyi ini belum dapat dipastikan bentuknya karena memang belum terdengar dengan jelas, sehingga sebagian ahli menyebutnya bunyi-bunyi prabahasa/dekur/vokalisasi bahasa/tahap cooing.
Setelah tahap vokalisasi, bayi mulai mengoceh (babling). Celoteh merupakan ujaran yang memiliki suku kata tunggal seperti mu dan da. Adapun umur si bayi mengoceh tak dapat ditentukan dengan pasti. Mar’at (2005:43) menyebutkan bahwa tahap ocehan ini terjadi pada usia antara 5 dan 6 bulan. Dardjowidjojo (2005: 244) menyebutkan bahwa tahap celoteh terjadi sekitar umur 6 bulan. Tidak hanya itu. ada juga sebagian ahli menyebutkan bahwa celoteh terjadi pada umur 8 sampai dengan 10 bulan. Perbedaan pendapat seperti ini dapat saja. Yang perlu diingat bahwa kemampuan anak berceloteh tergantung pada perkembangan neurologi seorang anak.
1.      Tahap Satu-Kata atau Holofrastis
Tahap ini berlangsung ketika anak berusia antara 12 dan 18 bulan. Ujaran-ujaran yang mengandung kata-kata tunggal diucapkan anak untuk mengacu pada benda-benda yang dijumpai sehari-hari. Pada tahap ini pula seorang anak mulai menggunakan serangkaian bunyi berulang-ulang untuk makna yang sama. pada usia ini pula, sang anak sudah mengerti bahwa bunyi ujar berkaitan dengan makna dan mulai mengucapkan kata-kata yang pertama. Itulah sebabnya tahap ini disebut tahap satu kata satu frase atau kalimat,yang berarti bahwa satu kata yang diucapkan anak itu merupakan satu konsep yang lengkap, misalnya “mam” (Saya minta makan); “pa” (Saya mau papa ada di sini), “Ma” (Saya mau mama ada di sini).
Menurut pendapat beberapa peneliti bahasa anak, kata-kata dalam tahap ini mempunyai tiga fungsi, yaitu kata-kata itu dihubungkan dengan perilaku anak itu sendiri atau suatu keinginan untuk suatu perilaku, untuk mengungkapkan suatu perasaan, untuk memberi nama kepada suatu benda. Dalam bentuknya, kata-kata yang diucapkan itu terdiri dari konsonan-konsonan yang mudah dilafalkan seperti m,p,s,k dan vokal-vokal seperti a,i,u,e.
1.      Tahap Dua-Kata, Satu Frase
Tahap ini berlangsung ketika anak berusia 18-20 bulan. Ujaran-ujaran yang terdiri atas dua kata mulai muncul seperti mama mam dan papa ikut. Kalau pada tahap holofrastis ujaran yang diucapkan si anak belum tentu dapat ditentukan makna, pada tahap dua kata ini, ujaran si anak harus ditafsirkan sesuai dengan konteksnya. Pada tahap ini pula anak sudah mulai berpikir secara “subjek + predikat” meskipun hubungan-hubungan seperti infleksi, kata ganti orang dan jamak belum dapat digunakan. Dalam pikiran anak itu, subjek + predikat dapat terdiri atas kata benda + kata benda, seperti “Ani mainan” yang berarti “Ani sedang bermain dengan mainan” atau kata sifat + kata benda, seperti “kotor patu” yang artinya “Sepatu ini kotor” dan sebagainya.
1.      Ujaran Telegrafis
Pada usia 2 dan 3 tahun, anak mulai menghasilkan ujaran kata-ganda (multiple-word utterances) atau disebut juga ujaran telegrafis. Anak juga sudah mampu membentuk kalimat dan mengurutkan bentuk-bentuk itu dengan benar. Kosakata anak berkembang dengan pesat mencapai beratus-ratus kata dan cara pengucapan kata-kata semakin mirip dengan bahasa orang dewasa.
1.      E.     DAMPAK BAHASA IBU TERHADAP PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA
Pemerolehan bahasa pertama (B1) sudah barang tentu mempunyai dampak terhadapi anak untuk mendapatkan bahasa kedua (B2) yaitu misalnya bahasa Indonesia yang baik dan benar. Awal dari pemerolehan bahasa tersebut dimulai sejak masa kanak-kanak menguasai bahasa pertamanya. Dimana sejak kanak-kanak memperoleh pengetahuan baru mengenai bahasa keduanya. Merupakan sebuah proses pemahaman yang membantu seorang kanak-kanak untuk dapat mengerti bahasa keduanya.
Bahasa pertama merupakan bahasa ibu, bahasa yang dipelajari oleh seseorang di masa kanak-kanak pada awal pemerolehan bahasa. Oleh karena itu pada umumnya bahasa pertama (B1) merupakan bahasa daerah. Beragam bahasa yang ada di Indonesia yang pada umumnya menjadi bahasa pertama seseorang. Bangsa Indonesia memiliki latar belakang budaya, suku dan kebiasaan tertentu dimasyarakat. Hal ini cenderung mempengaruhi bahasa seseorang, misalnya penggunaan dialek bahasa-bahasa daerah di Indonesia yang memang bervariasi. Belum lagi adanya persamaan makna atau penafsiran tertentu di suatu daerah satu dengan daerah lainnya. Selain itu berbeda dengan pasangan orang tua yang berasal dari daerah yang berbeda dengan bahasa yang berbeda pula dan lingkungan yang berbeda dengan kedua bahasa orang tuanya maka anak akan memperolah bahasa yang beraneka ragam ketika bahasa Indonesia diperolehnya di sekolah akan menjadi masukan baru yang berbeda pula. Hal ini pula mempengaruhi pada pembelajaran bahasa kedua seseorang.
Pemerolehan bahasa kedua dilakukan dengan proses, dibutuhkan perkembangan kanak-kanak tersebut sehingga benar-benar fasih menggunakan bahasa keduanya.  Kefasihan seorang anak untuk menggunakan dua bahasa sangat tergantung adanya kesempatan untuk menggunakan kedua bahasa itu. Jika kesempatan banyak maka kefasihan berbahasanya semakin baik (Chaer, 1994:66). Semakin sering pengunaan dan pemakaian bahasa kedua, baik secara formal maupun informal maka hal ini akan membantu pada proses pemahaman dan kefasihan pemakaian bahasa keduanya. Misalnya pada hipotesis variasi individual penggunaan monitor yakni seseorang yang menggunakan bahasa tanpa memonitor pemakaian bahasanya akan lebih cepat dalam belajar bahasa (Chaer, 2003:250). Hal ini seseorang terus menerus menggunakan bahasa tanpa aturan, namun jumlah pemakaian bahasa itu yang dilakukan terus-menerus sehingga proses pemerolehan bahasa akan lebih cepat.
1.      F.     PERAN BAHASA IBU UNTUK ANAK USIA DINI
Peran bahasa ibu sangat penting dalam pendidikan anak. Bahkan bisa dikatakan sebagai peran kunci. Ali (1995:77) mengatakan bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak awal hidupnya melalui interaksi dengan sesama anggota masyarakat bahasanya, seperti keluarga dan masyarakat lingkungan. Hal ini menunjukkan bahasa pertama (B1) merupakan suatu proses awal yang diperoleh anak dalam mengenal bunyi dan lambang yang disebut bahasa.
Berikut adalah peranan bahasa ibu terhadap PAUD:
1.      Bahasa ibu merupakan alat ekspresi dan komunikasi bagi anak.
Dengan menggunakan bahasa ibu, anak-anak dapat menyampaikan ide ataupun maksud keinginan anak kepada orang terdekatnya. Khususnya bagi anak, bahasa ibu merupakan alat ekspresi dan komunikasi bagi anak dengan anggota keluarga dimana anak tersebut tinggal.
Contohnya:
Ketika anak menangis dan tidak bisa diam. Dia menginginkan mainan mobil-mobilan tersebut. Namun keinginannya itu tidak dipenuhi oleh ibunya.
Anak: emoohh, aku njaluk mobil-mobilan kui (sambil menangis)
(gak mau, aku mau mobil-mobilan itu)
Ibu: es krim iki ae le…(sambil menunjukkan es krim kepada anaknya)
(es krim ini aja nak…)
Dari percakapan di atas meunjukkan bahwa bahasa ibu digunakan anak sebagai alat komunikasi dengan anggota keluarga. Oleh sebab itu, bahasa ibu sangat penting dalam pendidikan anak usia dini.
1.      Bahasa ibu mudah dipelari oleh anak
Hal ini dimaksudkan bahwa bahasa ibu lebih mudah untuk dipelajari oleh anak secara langsung dimana anak dapat mendengarnya dari keluarga terdekat mereka  sebagai alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga sungguh pentingnya bahasa ibu dalam pendidikan anak usia dini karena bahasa ibu mudah untuk dipelajarai anak.
1.      Bahasa ibu merupakan sumber pengetahuan bagi anak
Anak usia dini bersifat imitatif (meniru). Dalam hal ini anak tidak hanya meniru apa saja yang dilihatnya namun anak juga meniru apa yang anak dengar, termasuk di dalamnya adalah bahasa. Bahasa disini adalah bahasa ibu, dimana lingkungan terdekat anak adalah keluarga. Anak serta merta akan meniru apapun yang ia tangkap di keluarga dan lingkungannya sebagai bahan pengetahuannya yang baru terlepas apa yang didapatkannya itu baik atau tidak baik. Citraan orang tua menjadi dasar pemahaman baru yang diperolehnya sebagai khazanah pengetahuannya artinya apa saja yang dilakukan orang tuanya dianggap baik menurutnya. Apapun bahasa yang diperoleh anak dari orang tua dan lingkungannya tersimpan di benaknya sebagai konsep perolehan bahasa anak itu sendiri.
Contoh:
Anak : buk,sms an ki pie? (melihat kakaknya sedang sms temannya)
Buk, sms itu bagaimana?
Ibu : sms kui nulis surat nganggo alat hp (sambil menunjukkan cara sms)
Sms itu menulis surat memakai alat hp.
Dari percakapan tersebut menunjukkan bahwa ketika anak melihat atau mendengar sesuatu itu akan membentuk suatu pengetahuan yang dapat dipelajari anak melalui bahasa ibu. Oleh sebab itu bahasa ibu sangat penting dalam pendidikan anak usia dini.
1.      Bahasa ibu merupakan pertahanan yang kuat untuk melawan tergerusnya pemakaian bahasa daerah yang terjadi di era globalisasi.
Bahasa daerah berfungsi sebagai bahasa komunikasi intra etnik. Jika fungsi ini dapat dipertahankan, maka bahasa daerah pasti akan tetap eksis di tengah masyarakat dengan mewariskan bahasa daerah dari generasi ke generasi dalam ranah tradisional lainnya.
1.      Bahasa ibu sebagai bahasa pengantar pada tingkat permulaan sekolah
Dalam tingkat permulaan sekolah tentu anak-anak dapat berkomunikasi dengan teman sebaya ataupun gurunya dengan menggunakan bahasa ibu.
BAB III
KESIMPULAN
              Bahasa ibu (B1) merupakan bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak lahir melalui interaksi dengan sesama anggota masyarakat bahasanya, seperti keluarga dan masyarakat lingkungannya. Sehingga orang tua berperan penting dalam proses pemerolehan bahasa pertama (B1) anak. Hal ini tentunya akan berdampak terhadap perkembangan anak dalam permerolehan bahasa kedua anak. Sehingga peranan bahasa ibu terhadap pendidikan anak usia dini aadalah sebagai berikut: (1) Bahasa ibu merupakan alat ekspresi dan komunikasi bagi anak; (2) Bahasa ibu mudah dipelari oleh anak; (3) Bahasa ibu merupakan sumber pengetahuan bagi anak; (4) Bahasa ibu merupakan pertahanan yang kuat untuk melawan tergerusnya pemakaian bahasa daerah yang terjadi di era globalisasi; (5) Bahasa ibu sebagai bahasa pengantar pada tingkat permulaan sekolah.
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta. 1994.
___________ , Psikolinguistik. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2003.
Dardjowidjojo, Soenjono. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman    Bahasa Manusia.Jakarta: Yayasan Obor. 2005.
Field, John. Psycholinguistics: a resource book for students. New     York:   Routledge. 2003.
Indrawati, Sri dan Santi Oktarina. “Pemerolehan Bahasa Anak TK: Sebuah Kajian Fungsi Bahasa.” Lingua, 2005.
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Mar’at, Samsunuwiyati. Psikolinguistik Suatu Pengantar. Bandung: PT      Refika Aditama. 2005.
Safarina, D. Sopah, dan Indrawati, S. “Analisis Kesalahan Berbahasa        Ragam Tulis Siswa Madrasah Ibtidaiyah Negeri I Palembang.”    Lingua, 2006.
Siti Isnaniah. “Bahasa Ibu: Revitalisasi Bahasa Ibu”. Solopos Online.http://www.solopos.com/2012/02/21/bahasa-ibu-revitalisasi- bahasa-ibu-164254(diakses 03 Desember 2012).



Contoh CV Benar



CURRICULUM VITAE

DAFTAR RIWAYAT HIDUP


Nama                                :
Tempat Tgl. Lahir            : Bugak Mesjid, 27 April 1992
Jenis Kelamin                   : Laki-Laki
Agama                              : Islam
Kewarganegaraan            : Indonesia
Alamat                             : Desa Bugak Mesjid , Kec. Jangka   Kab. Bireuen   
Status                               : Belum Kawin
No. Hp.                            : 0823 7006 5457

PENDIDIKAN FORMAL
1.      2011-2014                              : D-III Keperawatan Muhammadiyah Bireuen
2.      2007-2010                              : MAN Jangka
3.      2004-2007                              : MTsN Peusangan  
4.      1998-2004                              : MIN Punjot  

Demikianlah daftar riwayat hidup ini saya perbuat dengan sebenarnya.


Hormat Saya


                 

PRINSIP DAN KAIDAH KEHUMASAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN


A.    LATAR BELAKANG
      Sekolah/madrasah dituntut untuk menjamin kemajuan pengetahuan dan kemajuan sosial, dengan menjadi pelaku aktif dalam perbaikan masyarakat. Oleh karena itu, sekolah/madrasah merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan masyarakat, bahkan pertumbuhan dan perkembangan sekolah/madrasah selaras dengan tuntutan dari masyarakat. Dalam perjalanan pertunbuhan kelembagaannya, sekolah/madrasah memang ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat sekitarnya sehingga dari hal itu tercipta kerjasama yang harmonis antara keduanya.
Hubungan sekolah/ sekolah Islam dengan masyarakat memiliki hubungan yang sangat erat dalam mencapai tujuan sekolah Islam atau pendidikan Islam secara efektif dan efisien. Sebaliknya sekolah juga harus menunjang pencapaian tujuan atau pemenuhan kebutuhan masyarakat, khususnya kebutuhan pendidikan. Oleh karena itu, sekolah Islam berkewjiban untuk memberi penerangan tentang tujuan-tujuan, program-program, kebutuhan, serta keadaan masyarakat. Sebaliknya, sekolah Islam juga harus mengetahui dengan jelas apa kebutuhan, harapan, dan tuntutan masyarakat, terutama terhadap sekolah Islam. Dengan perkataan lain antara sekolah dan masyarakat harus dibina suatu hubungan yang harmonis.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana Prinsip dan kaidah kehumasan dalam perspektif Al Quran?
2.      Bagaimana Prinsip dan kaidah kehumasan dalam perspektif Hadist?
3.      Bagaiman Etika humas dalam  perspektif islam?



BAB II
PEMBAHASAN

A.    PRINSIP DAN KAIDAH KEHUMASAN DALAM PERSPEKTIF AL QURAN

Dalam berbagai literatur tentang komunikasi Islam kita dapat menemukan setidaknya enam jenis gaya bicara atau pembicaraan (qaulan) yang dikategorikan sebagai kaidah, prinsip, atau etika komunikasi Islam, yaitu:
1.       Qaulan Sadida (perkataan yang benar, jujur)

وَلۡيَخۡشَ ٱلَّذِينَ لَوۡ تَرَكُواْ مِنۡ خَلۡفِهِمۡ ذُرِّيَّةٗ ضِعَٰفًا خَافُواْ عَلَيۡهِمۡ فَلۡيَتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡيَقُولُواْ قَوۡلٗا سَدِيدًا ٩
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar. (Q.S An nisa’ ayat 09)

2.       Qaulan Baligha (tepat sasaran, komunikatif, to the point, mudah dimengerti)

أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ يَعۡلَمُ ٱللَّهُ مَا فِي قُلُوبِهِمۡ فَأَعۡرِضۡ عَنۡهُمۡ وَعِظۡهُمۡ وَقُل لَّهُمۡ فِيٓ أَنفُسِهِمۡ قَوۡلَۢا بَلِيغٗا ٦٣

Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan Katakanlah kepada mereka Perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. (Surat An-Nisa’ ayat 63 )

3.       Qaulan Ma’rufa (perkataan yang baik)

يَٰنِسَآءَ ٱلنَّبِيِّ لَسۡتُنَّ كَأَحَدٖ مِّنَ ٱلنِّسَآءِ إِنِ ٱتَّقَيۡتُنَّۚ فَلَا تَخۡضَعۡنَ بِٱلۡقَوۡلِ فَيَطۡمَعَ ٱلَّذِي فِي قَلۡبِهِۦ مَرَضٞ وَقُلۡنَ قَوۡلٗا مَّعۡرُوفٗا ٣٢
Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah Perkataan yang baik,

4.       Qaulan Karima (perkataan yang mulia)

۞وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنًاۚ إِمَّا يَبۡلُغَنَّ عِندَكَ ٱلۡكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوۡ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفّٖ وَلَا تَنۡهَرۡهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوۡلٗا كَرِيمٗا ٢٣
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah"dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia.
5.       Qaulan Layyinan (perkataan yang lembut)

 ٱذۡهَبَآ إِلَىٰ فِرۡعَوۡنَ إِنَّهُۥ طَغَىٰ ٤٣ فَقُولَا لَهُۥ قَوۡلٗا لَّيِّنٗا لَّعَلَّهُۥ يَتَذَكَّرُ أَوۡ يَخۡشَىٰ
Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, Sesungguhnya Dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut"
Dari ayat tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Qaulan Layina berarti pembicaraan yang lemah-lembut, dengan suara yang enak didengar, dan penuh keramahan, sehingga dapat menyentuh hati maksudnya tidak mengeraskan suara, seperti membentak, meninggikan suara. Siapapun tidak suka bila berbicara dengan orang-orang yang kasar. Rasullulah selalu bertuturkata dengan lemah lembut, hingga setiap kata yang beliau ucapkan sangat menyentuh hati siapapun yang mendengarnya. Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan, yang dimaksud layina ialah kata kata sindiran, bukan dengan kata kata terus terang atau lugas, apalagi kasar.[1]
Ayat di atas adalah perintah Allah SWT kepada Nabi Musa dan Harun agar berbicara lemah-lembut, tidak kasar, kepada Fir’aun. Dengan Qaulan Layina, hati komunikan (orang yang diajak berkomunikasi) akan merasa tersentuh dan jiwanya tergerak untuk menerima pesan komunikasi kita.
Dengan demikian, dalam komunikasi Islam, semaksimal mungkin dihindari kata-kata kasar dan suara (intonasi) yang bernada keras dan tinggi. Allah melarang bersikap keras dan kasar dalam berdakwah, karena kekerasan akan mengakibatkan dakwah tidak akan berhasil malah ummat akan menjauh. Dalam berdoa pun Allah memerintahkan agar kita memohon dengan lemah lembut, “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lemahlembut, sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas,” (Al A’raaf ayat 55)
6.       Qaulan Maysura (perkataan yang ringan)

وَإِمَّا تُعۡرِضَنَّ عَنۡهُمُ ٱبۡتِغَآءَ رَحۡمَةٖ مِّن رَّبِّكَ تَرۡجُوهَا فَقُل لَّهُمۡ قَوۡلٗا مَّيۡسُورٗا ٢٨
Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, Maka Katakanlah kepada mereka Ucapan yang pantas.
Itulah beberapa ayat al-Qur’an yang menjelaskan secara umum mengenai komunikasi uang harus di jalankan oleh manusia pada khususnya.
B.     PRINSIP DAN KAIDAH KEHUMASAN DALAM PERSPEKTIF HADIST
Di dalam hadits Nabi SAW juga ditemukan prinsip-prinsip etika komunikasi, bagaimana Rasulullah SAW mengajarkan berkomunikasi kepada kita. Berikut hadits-hadits tersebut:,
Pertama,Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya (Riwayat Bukhori dan Muslim.
Kedua,  قل الحق ولو كان مرا qulil haqqa walaukana murran (katakanlah apa yang benar walaupun pahit rasanya),
Ketiga, لاتقل قبل تفكر    (laa takul qabla tafakur (janganlah berbicara sebelum berpikir terlebih dahulu).
Keempat, Nabi SAW menganjurkan berbicara yang baik-baik saja, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya,
Sebutkanlah apa-apa yang baik mengenai sahabatmu yang tidak hadir dalam pertemuan, terutama hal-hal yang kamu sukai terhadap sahabatmu itu sebagaimana sahabatmu menyampaikan kebaikan dirimu pada saat kamu tidak hadir”.
Kelima, selanjutnya Nabi SAW berpesan,
Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang…yaitu mereka yang memutar balikan fakta dengan lidahnya seperti seekor sapi yang mengunyah-ngunyah rumput dengan lidahnya”.
Pesan Nabi SAW tersebut bermakna luas bahwa dalam berkomunikasi hendaklah sesuai dengan fakta yang kita lihat, kita dengar, dan kita alami.
Prinsip-prinsip tersebut, sesungguhnya dapat dijadikan landasan etika bagi setiap muslim, ketika melakukan proses komunikasi, baik dalam pergaulan sehari-hari, berdakwah, maupun aktivitas-aktivitas lainnya. ungkapan arab mengatakan;
سلامة الإنسان  في حفظ اللسان
Keselamatan seseorang terletak dalam menjaga lisan.[2]
C.    ETIKA HUMAS DALAM  PERSPEKTIF ISLAM.
Dalam perspektif Islam, komunikasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia karena segala gerak langkah kita selalu disertai dengan komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang islami, yaitu komunikasi berakhlak al-karimah atau beretika. Komunikasi yang berakhlak al-karimah berarti komunikasi yang bersumber kepada Al-Quran dan Hadits (Sunah Nabi). Serta komunikasi yang menimbulkan kebaikan baik untuk sendiri maupun untuk orang lain, sebagaimana ungkapan mengatakan:
Keselamatan seseorang terletak dalam menjaga lisan.
Dalam Al Qur’an dengan sangat mudah kita menemukan contoh kongkrit bagaimana Allah SWT selalu berkomunikasi dengan hambaNya melalui wahyu. Untuk menghindari kesalahan dalam menerima pesan melalui ayat-ayat tersebut, Allah juga memberikan kebebasan kepada Rasulullah SAW untuk meredaksi wahyu-Nya melalui matan Hadits. Baik hadits itu bersifat Qouliyah (perkataan), Fi’iliyah (perbuatan), Taqrir (persetujuan) Rasul, kemudian ditambah lagi dengan lahirnya para ahli tafsir sehingga melalui tangan mereka terkumpul sekian banyak buku-buku tafsir.
Komunikasi sangat berpengaruh terhadap kelanjutan hidup manusia, baik manusia sebagai hamba, anggota masyarakat, anggota keluarga dan manusia sebagai satu kesatuan yang universal. Seluruh kehidupan manusia tidak bisa lepas dari komunikasi. Dan komunikasi juga sangat berpengaruh terhadap kualitas berhubungan dengan  sesama. Komunikasi Islam adalah proses penyampaian pesan-pesan keislaman dengan menggunakan prinsip-prinsip komunikasi dalam Islam.
Dengan pengertian demikian, maka komunikasi Islam menekankan pada unsur pesan (message), yakni risalah atau nilai-nilai Islam,dan cara (how),dalam hal ini tentang gaya bicara dan penggunaan bahasa (retorika).
Pesan-pesan keislaman yang disampaikan dalam komunikasi Islam meliputi seluruh ajaran Islam, meliputi akidah (iman), syariah (Islam), dan akhlak (ihsan). Soal cara (kaifiyah), dalam Al-Quran dan Al-Hadits ditemukan berbagai panduan agar komunikasi berjalan dengan baik dan efektif. Kita dapat mengistilahkannya sebagai kaidah, prinsip, atau etika berkomunikasi dalam perspektif Islam.
Soal cara (kaifiyah), dalam Al-Quran dan Al-Hadits ditemukan berbagai panduan agar komunikasi berjalan dengan baik dan efektif. Kita dapat mengistilahkannya sebagai kaidah, prinsip, atau etika berkomunikasi dalam perspektif Islam. Kaidah, prinsip, atau etika komunikasi Islam ini merupakan panduan bagi kaum muslim dalam melakukan komunikasi, baik dalam komunikasi intrapersonal, interpersonal dalam pergaulan sehari hari, berdakwah secara lisan dan tulisan, maupun dalam aktivitas lain.














BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Hubungan masyarakat adalah usaha untuk mencapai hubungan yang harmonis antara satu sekolah dengan masyarakat melalui satu proses komunikasi timbal balik atau dua arah.
Menurut Oemi Abdurrahman M.A hubungan masyarakat adalah menumbuhkan hubungan baik antara segenap komponen pada suatu lembaga dalam rangka memberikan pengertian, menumbuhkan motivasi dan partisipasi.
 Fungsi utama hubungan masyarakat adalah menumbuhkan dan mengembangkan hubungan baik antara lembaga/ organisasi dengan publiknya, intern dan ekstern, dalam menanamkan pengertian, menumbuhkan motivasi dan partisipasi publik dalam upaya menciptakan pendapat yang menguntungkan lembaga/ organisasi.
 Tujuan sentral humas yang akan dicapai adalah tujuan organisasi, sebab humas dibentuk atau digiatkan guna menunjang manajemen yang berupaya mencapai tujuan organisasi.







DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin dan  Moh. Makin .2010 Manajemen Pendidikan Islam. Malang: UIN Maliki PRESS
M. Amirin, Tatang. 2011. Manajemen Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Mulyasa. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sulistyorini. 2009. Manajemen Pendidikan Islam. Yogyakarta: TERAS.
Suryosubroto. 2004. Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta:PT Rineka Cipta.
Uchjana Effendy, Onong. 2006. Hubungan Masyarakat. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Qomar, Mujamil. 2007. Manajemen Pendidikan Islam, Jakarta: Gelora Aksara Pratama.
www.suaramuhibbuddin.wordpress.com  (02-11-2016, pukul 09.00 WIB)





[1] Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Shahih Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2011), hlm. 725.
[2] Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, hlm. 251.

Kategori

Kategori